Kamis, 02 Juni 2011

tanda tanya "?"

Dunia perfilm-an Indonesia sekarang ini sedang didominasi oleh film-film ber-genre horror, entah mengapa?, mungkin karena Indonesia adalah salah satu Negara ‘terklenik’ di dunia atau mungkin karena saking banyaknya dukun-dukun yang berteberan dan eksis di Indonesia, namun itulah realitanya bahwa film ber-genre horror sedang digandrugi oleh kebanyakan orang Indonesia.

Dibalik itu semua bermunculan pula film Indonesia ber-genre selain horror yang meramaikan dan bahkan menjadi film yang fenomenal di dunia perfilm-an Indonesia yang tidak kalah dengan film ber-genre horror, sebut saja film besutan hanung bramantyo ayat-ayat cinta, lalu film lain yang diambil dari novel best seller terkenal karya habiburrahman el-shirazy ketika cinta bertasbih 1 & 2 yang sangat fenomenal dengan jumlah penonton yang membludag di hampir semua bioskop di Indonesia, kemudian film lain seperti perempuan berkalung sorban dan masih banyak pula yang lainnya.

beberapa minggu yang lalu penulis juga berkesempatan menonton film yang cukup menyita perhatian khalayak ramai, yaitu satu lagi film karya suami dari zaskia adya mecca, hanung bramantyo yang berjudul tanda Tanya “?”. Mengapa penulis katakan menyita perhatian khalayak ramai karena selain film ini besutan sutradara terkenal se-kaliber hanung yang tidak diragukan lagi kualitasnya, juga karena film ini banyak mendapat kritik, khusunya dari MUI dan ormas-ormas islam lainnya.

memang film ini secara ekspilsit menonjolkan toleransi beragama yang sangat tinggi, begitu juga ketika penulis menonton fim tanda Tanya “?” itu. “Toleran, menghargai perbedaan, dan juga disispi ‘guyonan’ kecil yang membuat tertawa para penonton”. Itulah komentar yang akan dilontarkan ketika selesai menonotn film itu.

Tapi diketika kita sedikit mencermati dan mengkritisi film tersebut kita akan menemukan adegan-adegan dan skenario dalam alur ceritanya yang sepertinya secara tidak langsung atau secara langsung telah dibubuhi pemikiran-pemikiran tentang pluralisme agama.

Inilah beberapa adegan atau peran yang harus kita beri perhatian lebih dan harus kritis dalam menyikapinya,pertama peran atau sosok Rika (diperankan endhita), seorang istri yang kecewa terhadap suami. Rika memutuskan pindah agama, dari Islam menjadi Katolik. Ia berujar, bahwa kepindahan agamanya bukan berarti mengkhianati Tuhan. Meskipun Katolik, Rika sangat toleran. Anaknya , – masih kecil, bernama Abi –dibiarkannya tetap Muslim. Bahkan, ia mengantarjemput anaknya ke masjid, belajar mengaji al-Quran. Di bulan puasa, dia temani dan dia ajar Abi berdoa makan sahur.

Di Film “?” (Tanda Tanya), Rika ditampilkan sebagai sosok ideal: murtad dari Islam, tapi toleran dan suka kerukunan. Pada segmen lain, Rika mengatakan, BAHWA agama-agama ibarat jalan setapak yang berbeda-beda tetapi menuju tujuan yang sama, yaitu Tuhan. Kata Rika mengutip ungkapan sebuah buku, “… semua jalan setapak itu berbeda-beda, namun menuju ke arah yang sama; mencari satu hal yang sama dengan satu tujuan yang sama, yaitu Tuhan.”

Mulanya, kemurtadan Rika tidak direstui ibunya. Anaknya yang Muslim pun awalnya

menggugat. Tapi, di ujung film, Rika sudah diterima sebagai “orang murtad” dari Islam. Bahkan, ada juga yang memujinya telah mengambil langkah besar dalam hidupnya.

Kisah dan sosok Rika cukup mendominasi alur cerita dalam film tanda Tanya “?” garapan Hanung Bramantyo ini. Rika tidak dipersoalkan kemurtadannya. Padahal, dalam pandangan Islam, murtad adalah kesalahan besar dan resikonya pun sangat besar, karena murtad itu menyangkut iman seseorang, yang mana iman itu dalam pandangan islam adalah hal paling urgent. Sebagaimana Allah berfirman :

”Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS 2:217).



Masih menyorot tentang sosok Rika dalam film tanda Tanya “?”. Rika pindah agama, dari Islam menjadi Katolik. Dalam konsepsi Islam, Rika bisa dikatakan telah melakukan dosa syirik, karena mengakui Yesus sebagai Tuhan atau salah satu Oknum dalam Trinitas. Padahal, dalam al-Quran Nabi Isa a.s. jelas-jelas menegaskan dirinya sebagai Rasul Allah. Nabi Isa adalah manusia, dan bukan Tuhan, atau anak Tuhan. Ini pandangan Islam. Tentu, ini bukan pandangan Kristen.

Dalam perspektif Islam, menurunkan derajat al-Khaliq ke derajat makhluk adalah tindakan tidak beradab. Begitu juga sebaliknya, menaikkan derajat makhluk ke derajat al-Khaliq juga tidak beradab. Itu musyrik namanya.

Inilah yang penulis merasa heran, dan penuh Tanda Tanya, mengapa dalam film tanda Tanya “?” -- yang diproduksi dan digarap seorang yang beragama Islam -- soal ganti agama, soal keluar dari Islam, soal pergantian mukmin menjadi kafir, dianggap perkara kecil dan remeh?



Jika kita renungkan secara serius, Pluralisme Agama sejatinya bisa begitu dekat dengan ateisme. Ketika orang menyatakan, “semua agama benar”, sejatinya bersemayam juga satu ide dalam dirinya, bahwa “semua agama salah”. Sebab, “Tuhan” (God), yang dipersepsikan kaum Pluralis adalah Tuhan yang abstrak. Tuhan kaum Pluralis adalah Tuhan dalam angan-angan, yang boleh diberi nama siapa saja, diberi sifat apa saja, dan cara menyembahnya pun boleh suka-suka. Kapan suka disembah, kapan-kapan tidak suka, bisa diganti dengan Tuhan lain. Cara menyembah Tuhan, menurut mereka, juga sesuka selera manusia. Bosan dengan cara satu, bisa diganti dengan cara lain. Sebab, dalam konsep mereka, tidak ada satu cara yang pasti benar dalam ibadah, sesuai petunjuk seorang Nabi.

Jadi, saat seorang yang mengaku Pluralis berkata, “Semua agama menyembah Tuhan yang sama”, maka secara hakiki, dia telah berdiri di luar Islam. Sebab, dia tidak lagi menuhankan Allah. “Tuhan”, baginya, bisa siapa saja, berupa apa saja, dan berwujud apa saja. Bisa disebut Yehweh, bisa Allah, bisa Yesus, bisa Brahmin, dan bisa juga Iblis! Yang penting dikatakan “Tuhan”, yang penting God! Padahal, seorang Muslim sudah mengikrarkan syahadat: “Tidak ada Tuhan selain Allah”.

Sosok dan peran lain yang secara dominan ditampilkan dalam Film tanda Tanya “?” adalah seorang bernama Surya (diperankan agus kuncoro). Ia seorang laki-laki Muslim, berprofesi sebagai aktor figuran yang ingin menjadi aktor utama tapiselalu gagal namun pada akhirnya dia bisa berperan menjadi aktor utama tapi berperan menjadi yesus . Dia berteman dengan Rika. Karena miskin, ia terusir dari rumah kosnya. Lihatlah, dalam film ini, Ibu Kos yang “bakhil” itu ditampilkan dalam sosok berjilbab, dan mengajari anak Rika agar membaca buku-buku Islam!

Surya memuji-muji Rika telah melakukan sesuatu yang berarti dalam hidupnya. Mereka berkawan akrab. Surya ditampilkan sebagai sosok yang polos, kocak dan naif. Untuk uang, dan mungkin untuk mempertontonkan fenomena “kerukunan umat beragama”, Surya menerima tawaran Rika agar berperan sebagai Yesus. Ia rela beradegan – seolah-olah -- dipaku di tiang salib di sebuah Gereja Katolik saat perayaan Paskah. Pada kali lain, ia berperan sebagai Santa Claus. Sebagian jemaat Gereja sempat memprotes sosok Yesus diperankan seorang Muslim. Terjadi perdebatan. Muncul Pastor yang menyetujui penunjukan Surya sebagai tokoh Yesus.

Seperti halnya Rika, tampaknya sosok Surya ditampilkan sebagai representasi fenomena toleransi dan “kerukunan”. Setelah merelakan dirinya berperan sebagai Yesus, Surya kembali ke masjid membaca surat al-Ikhlas, sebuah surat dalam al-Quran yang menegaskan kemurnian Tauhid. “Katakan, Allah itu satu. Allah tempat meminta. Allah tidak beranak dan diperanakkan. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.” Allah itu satu! Allah tidak punya anak! Ini gambaran dalam Film tabda Tanya “?” karya Hanung ini.

Padahal, surat al-Ikhlas seperti mengoreksi doktrin pokok dalam agama Kristen, yang dirumuskan sekitar 300 tahun sebelumnya, di Konsili Nicea (325 M), sebagaimana disebutkan dalam Nicene Creed:

“Kami percaya pada satu Allah, Bapa Yang Mahakuasa, Pencipta segala yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Dan pada satu Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah, Putra Tunggal yang dikandung dari Allah, yang berasal dari hakikat Bapa, Allah dari Allah, terang dari terang, Allah benar dari Allah Benar, dilahirkan tetapi tidak diciptakan, sehakikat dengan Bapa…” (Norman P. Tanner, Konsili-konsili Gereja).

kalau kita lihat kembalil, al-Quran sudah menjelaskan: “Dan ingatlah ketika Isa Ibn Maryam berkata, wahai Bani Israil sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, yang membenarkan apa yang ada padaku, yaitu Taurat, dan menyampaikan kabar gembira akan datangnya seorang Rasul yang bernama Ahmad (Muhammad).” (QS 61:6). Dalam al-Quran, ada cerita Lukmanul Hakim yang menesehati anaknya: “Syirik adalah kezaliman besar.” (QS 31:13).

Namun dengan demkian bukan berarti islam tidak toleran, tidak mengakui dan menghargai perbedaan. Islam toleran, mengakui dan juga sangat menghargai perbedaan namun tidak berarti harus kehilangan keyakinan.

Seperi ketika kisah Saat Nabi Muhammad s.a.w. diutus, di wilayah Timur Tengah, sudah eksis pemeluk Yahudi, Kristen, dan kaum musyrik Arab. Nabi Muhammad s.a.w. mengajak mereka untuk memeluk Islam, mengakui Allah satu-satunya Tuhan dan dirinya adalah utusan Allah. Nabi tidak menyatakan, “Semua agama sama-sama jalan yang sah menuju Tuhan!” Bahkan, ada perintah al-Quran dalam surat al-Kafirun (109): “Katakan, hai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah! Dan tidak pula kamu menyembah apa yang aku sembah! Dan aku bukanlah penyembah sebagaimana kamu menyembah! Dan kamu bukanlah pula penyembah sebagaimana aku menyembah!”

Dalam Tafsirnya, Al-Azhar, Prof. Hamka menjelaskan, asbabun nuzul surat al-Kafirun ini berkaitan dengan tawaran damai empat tokoh kafir Quraisy yang resah dengan dakwah Tauhid Nabi Muhammad saw. Mereka adalah al-Walid bin al-Mughirah, al-Ash bin Wail, al-Aswad bin al-Muthalib dan Umaiyah bin Khalaf. Mereka mengajukan usulan: “Ya Muhammad! Mari kita berdamai. Kami bersedia menyembah apa yang engkau sembah, tetapi engkau pun hendaknya bersedia pula menyembah yang kami sembah….”

Buya Hamka mencatat: “Soal akidah, di antara Tauhid Mengesakan Allah, sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau dicampur-adukkan dengan syirik. Tauhid kalau telah didamaikan dengan syirik, artinya ialah kemenangan syirik.”

Lebih jauh Buya Hamka menjelaskan: “Surat ini memberi pedoman yang tegas bagi kita pengikut Nabi Muhammad bahwasanya akidah tidaklah dapat diperdamaikan. Tauhid dan syirik tak dapat dipertemukan. Kalau yang haq hendak dipersatukan dengan yang batil, maka yang batil jualah yang menang.”

Itulah paparan Buya Hamka, ulama terkenal dan salah satu Pahlawan Nasional di Indonesia. Kita bisa menyimpulkan, jika ada yang menyatakan, bahwa “semua agama adalah jalan kebenaran”, saat itu dikepalanya telah hilang konsep iman dan kufur, konsep tauhid dan syirik. Baginya, tiada penting lagi, apakah seorang bertauhid atau musyrik; tak perlu dipersoalkan makan babi atau ayam, minum khamr atau jus kurma; tidak penting lagi berjilbab atau telanjang; tiada beda antara nikah atau zina; yang penting – katanya – adalah mengasihi sesama manusia. Saat itu, sejatinya, agama-agama sudah tidak ada; sudah diganti dengan SATU AGAMA: “agama global”, “agama universal”, “agama kemanusiaan”, atau “agama cinta”.

Sebenarnya apakah yang ingin disampaikan dan dituju oleh film tanda Tanya “?” ini? Penulis tidak ingin menuduh dan ber-su’udzon tapi marilah kita cermati dan kritisi bersama.

Masih ada sosok lain yang diidolakan dalam film tanda Tanya “?”. Namanya, Menuk (diperankan revalina s. temat). Dia seorang muslimah, berjilbab pula. Menuk bekerja di sebuah retoran China. Bermacam makanan dijual di sana, termasuk babi. Dengan mencolok kepala babi ditampilkan. Kata si empunya restoran, bahan babi dan bahan lain dipisahkan.

Menuk diterima bekerja dengan baik di restoran ini. Ia diberi kebebasan ibadah. Dalam salah satu segmen, ditayangkan Menuk sedang shalat, disampingnya Nyonya pemilik restoran juga sedang bersembahyang sesuai dengan agamanya.

Pesan dari pemunculan sosok Menuk ini cukup jelas: inilah contoh toleransi! Muslimah berjilbab rela bekerja di sebuah restoran yang menjual babi.

Syukurlah, di akhir cerita, anak pemilik restoran bersedia memeluk Islam. Ini tentu baik, dalam perspektif Islam. Tetapi, apakah perlu harus melalui proses bekerja di sebuah restoran yang menjual babi?

Tujuan baik tidak boleh menghalalkan segala cara. Tujuan memberi nafkah keluarga adalah baik. Tetapi, cara yang ditempuh pun harus baik. Banyak muslimah yang gigih membantu ekonomi keluarganya dengan bekerja keras dalam berbagai bidang profesi, dan juga toleran dengan yang lain. Tapi, apakah Menuk sosok Muslimah yang ideal untuk ditampilkan?

Walhasil, Film tanda Tanya “?” karya Hanung Bramantyo ini membawa pesan besar yang terlalu jelas: agama apa saja, sebenarnya sama saja! Agama-agama dipandang sebagai jalan setapak menuju Tuhan yang sama. Juga, agama-agama dianggap barang remeh; laksana baju, agama boleh ditukar dan -- kalau perlu -- dibuang kapan saja! Katanya, demi kerukunan, demi toleransi, dan demi perdamaian.



Dan terakhir di era globalisasi dan kebebasan informasi, saat kemusyrikan dan kemurtadan ditampilkan dalam wujud yang menawan dan menghibur, ada baiknya kita merenungkan satu ayat al-Quran: "Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan setan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu." (QS 6:112)

Juga, Nabi Muhammad saw pernah bersabda: “Bersegaralah mengerjakan amal shalih, (sebab) akan datang banyak fitnah laksana malam yang gelap gulita. Pada pagi hari, seseorang berada dalam keadaan mukmin, tetapi sore harinya menjadi kafir. (Atau) sore harinya dia mukmin, pagi harinya menjadi kafir. Dia menjual agamanya dengan harta-benda dunia.” (HR Muslim).



Wallahu a’lam bil-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar